Selasa, 13 Desember 2011

Hukum Maritim

Hukum Laut atau Hukum Maritim?

Perkembangan masalah kelautan belakangan ini sangat menggembirakan. Diawali gagasan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar untuk membentuk kaukus kelautan di tubuh DPR serta kesiagaan Marinir menjaga lima pulau terluar di perairan selatan Indonesia yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia. Setelah itu, optimisme KSAL untuk mengamankan Selat Malaka yang rawan akan terorisme dan perompakan serta usul Prof Dr Dimyati Hartono untuk membentuk peradilan maritim yang khusus menangani kasus maritim. Hal-hal tersebut merupakan bukti meningkatnya kepedulian terhadap ocean affairs. Tetapi, bila kita cermati, timbul kebingungan dalam memahami istilah laut dan maritim. Apalagi, jika disertai kata hukum sehingga menjadi hukum laut dan hukum maritim. Memang, kedua istilah itu jatuh dalam lingkup ocean affairs, tetapi mempunyai ruang lingkup yang berbeda.

Hukum Laut dan Hukum Maritim

"Most comprehensively viewed, the international law of the sea comprises two very different sets of principles. One set of principles, establishing certain basic, overriding community goals, prescribes for all states the widest possible access to, and the fullest enjoyment of, the shared use of the great common resource of the oceans. The other set of principles, commonly described
as jurisdictional, expresses certain implementing policies designed economically to serve the basic community goals of shared use by establishing a shared competence among states in a domain largely free from the exclusive public order of any particular state." (McDougal: 1960).

Lahirnya Konvensi Hukum Laut 1982, yang lebih dikenal dengan sebutan UNCLOS 1982, menandai suatu era baru dalam hukum laut internasional. Tetapi bila dicermati, walaupun UNCLOS 1982 mengatur hampir semua aspek kelautan, UNCLOS 1982 tidak mengatur the use of ocean as a means to transport people and their goods from place to place (marine transport).

Hal itu tidaklah aneh karena memang nyatanya marine transport did not belong dalam public domain sehinga berada di luar scope UNCLOS. Dari sinilah muncul hukum maritim yang lebih mengatur pada lalu lintas commercial ships atau marine transport, baik sebagai alat transportasi orang maupun pengangkut barang lewat laut. Karena itu, tidak dapat dimungkiri bahwa hukum maritim juga "berangkat" dari ocean affairs.

Hukum laut atau yang lebih dikenal dengan the law of the sea lebih mengarah kepada pengaturan-pengaturan publik yang bisa dikatakan lebih luas. Misalnya saja, masalah kedaulatan suatu negara akan wilayah lautnya serta pengaturan hak lintas kapal asing.

Suatu contoh kasus hukum laut adalah kasus Bawean 2003 tentang hak lintas Armada Angkatan Laut Amerika melalui ALKI Timur-Barat serta penentuan pulau-pulau terluar Indonesia untuk penarikan archipelagic baselines dan kasus-kasus pencemaran laut.

Sengketa yang timbul dari hukum laut lebih melibatkan negara sehingga penyelesaiannya lebih mengarah kepada dirumuskannya suatu bilateral atau multilateral agreement. UNCLOS jugamengenal law of the sea tribunal untuk penyelesaian sengketa hukum laut.

Sementara itu, hukum maritim atau yang biasa disebut maritime law mengatur akibat-akibat dari penggunaan laut sebagai alat transportasi, mencakup hal-hal seperti collisions, salvage, towage, pilotage, serta marine insurance.

Hal-hal semacam itu belum diatur khusus di Indonesia. Aturan tentang peran pandu (pilotage) dan marine insurance masih mengacu pada Kitab UU Hukum Dagang (KUHD). Dengan demikian, perlu juga dipikirkan kemungkinan perumusan suatu Indonesian Maritime Act.

Dengan demikian, hukum maritim lebih mengarah ke pengaturan-pengaturan private. Sengketa yang timbul dari hukum maritim inilah yang mungkin memerlukan suatu peradilan khusus di bidang maritim. Hanya, perlu diingat lagi bahwa sebenarnya kita sudah punya Dewan Maritim Indonesia.

Dewan Maritim Indonesia

Perlunya pendirian peradilan khusus yang menangani kasus maritim mungkin bisa disubstitusikan dengan "menggemukkan" fungsi Dewan Maritim Indonesia (DMI). Sebelum melangkah ke pembentukan lembaga lain kelautan, seperti kaukus kelautan atau peradilan kemaritiman, perlu dipertimbangkan efektivitas lembaga kelautan tersebut.

Saat ini, kewenangan DMI sesuai dengan pasal 1 Keppres No 77/1996 adalah mengoordinasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan kelautan dan sama sekali tidak mencakup ruang lingkup hukum maritim sebagaimana diuraikan di atas. Dengan demikian, akan lebih tepat jika DMI disebut dengan Dewan Kelautan Indonesia.

Sangatlah disayangkan bahwa kewenangan DMI yang beranggota politisi, pemerintah, swasta, maupun NGO "hanya" terbatas pada koordinasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan kelautan. Dewan tersebut hanya bersifat sebagai consultative forum. Karena itu, dalam hal law enforcement, lembaga itu terkesan toothless.

Yang kita perlukan sebenarnya lembaga kelautan yang terpadu sekaligus punya kewenangan untuk menelurkan suatu kebijakan dan peraturan perundang-undangan di semua bidang kelautan yang juga mencakup bidang maritim serta sebagai forum penyelesaian sengketa. Dengan kata lain, lembaga yang ramping, tapi kaya fungsi dengan struktur mandiri. Lembaga tersebut bukan saja beranggota orang-orang yang peduli terhadap masalah kelautan, tetapi juga expertise-expertise dalam bidang hukum kelautan dan hukum kemaritiman yang diharapkan dapat merumuskan suatu integrated ocean policy.

Integrated Ocean Policy

Pengaturan kebijakan-kebijakan, baik di bidang kelautan maupun kemaritiman, saat ini masih bersifat sektoral dan tersebar di Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perhubungan, dan Departemen Perdagangan. Ditambah lagi, otonomi daerah di seluruh tingkat pemerintahan, baik pusat, provinsi, kota maupun kabupaten, punya andil dalam pengaturan pengelolaan kelautan.

Dengan demikian, batas-batas kewenangan antartingkat pemerintah tersebut menimbulkan suatu permasalahan. Hal itu dapat mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan dan peraturan yang berhubungan dengan kelautan dan kemaritiman. Di sinilah perlunya suatu integrated ocean policy yang berfungsi sebagai umbrella policy bagi ocean affairs.

MEMBUAT JARING IKAN

MEMBUAT JARING

Bagaimana cara membuat jaring ?

Pembuatan jaring harus disesuaikan dengan bentuk kerangkanya, apabila kita menggunakan kerangka bundar maka kita juga harus membuat jaring yang berbentuk bundar. Demikian pula kalau kerangkanya persegi atau bujur sangkar, jaring yang kita buat juga harus sama yaitu persegi atau bujur sangkar pula.

Bahan jaring yang sudah setengah jadi tetapi masih berbentuk lembaran hasil pabrikan sudah banyak tersedia di pasaran. Kita tinggal memilih yang sesuai dengan keinginan kita. Jaring yang sering digunakan untuk karamba biasanya terbuat dari bahan Poly Ethelene (PE) dengan berbagai ukuran mata jaring dan jumlah serabut penyususnnya.

Untuk bibit yang baru tebar hingga ikan mencapai ukuran sekitar 200 gram/ekor biasanya digunakan jaring dengan ukuran mata satu inchi, bahannyapun biasanya hanya PE D9 hingga D12 yang berarti benang jaring tersebut tersusun dari 9 hingga 12 serabut. Sedangkan untuk ikan-ikan yang sudah lebih besar dari 200 gram/ekor hingga ikan tersebut siap panen sebaiknya menggunakan jaring dengan ukuran mata dua inchi dari bahan PE D12 hingga D15. Hal ini dilakukan karena ukuran ikan yang dipelihara sudah cukup besar dan biomassa ikan dalam karamba sudah cukup tinggi.

Untuk karamba yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi-sisinya 6 meter, paling tidak dibutuhkan bahan jaring sepanjang 30 meter. Tetapi akan lebih baik kalau kita gunakan 36 meter jaring. Biasanya bahan jaring yang tersedia dipasaran terdiri dari sekitar 300 mata jaring, untuk jaring dengan ukuran mata satu inchi sebaiknya bahan tersebut langsung digunakan. Lain halnya kalau bahan jaring dengan ukuran mata dua inchi, bahan tersebut sebaiknya dibelah menjadi dua bagian terlebih dahulu.

Cara membuat jaring berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi-sisinya 6 meter sangatlah mudah, kita potong bahan sepanjang 24 meter sebagai dinding karamba lalu dijahit sehingga menyerupai sarung. Jaring yang sudah berbentuk sarung tersebut kita bagi menjadi 4 bagian lalu diberi tanda untuk dijadikan pojokannya. Potong lagi bahan jaring yang baru sepanjang 6 meter untuk dijadikan lantai jaring. Dari potongan terakhir ini kita akan dapatkan empat sudut, lalu pasangkan keempat sudut tersebut dengan empat pojokan sarung yang sudah kita beri tanda tadi dan gabungkan dengan cara menjahitkan semua sisi dasar jaring tersebut dengan sisi bawah dinding jaring. Kalau cara jahitnya benar maka akan kita dapatkan kelambu terbalik. Pada pinggiran bidang atas kelambu tadi kita beri tali ris. Sebaiknya tali ris ini berbentuk tali nylon yang juga terbuat dari bahan Poly Ethelene (PE) yang diameternya 6 mm, tali ris ini berfungsi untuk menambatkan jaring ke kerangka karamba.

Karena ukuran jaring ini sama dengan ukuran kerangka karambanya, maka jaring akan tertarik secara maksimal saat dipasangkan. Hal ini menyebabkan bukaan mata jaring tidak dapat sempurna, sehingga sirkulasi air di dalam karamba juga tidak dapat berjalan dengan sempurna.Untuk mengatasi hal ini maka setiap sisi jaring tadi harus ditambah satu meter, dengan demikian bahan pembuat dinding karamba membutuhkan 28 meter bahan jaring. Sedangkan sebagai dasarnya dibutuhkan 8 meter bahan sehingga jaring yang terbentuk bisa lebih sempurna.

Menjangka Peta

Menjangka Peta

MENJANGKA PETA
1.3.1.Pengertian Tentang Peta Laut Peta laut ialah hasil pemindahan bentuk lengkung bumi keatas bidangdatar yang memuat hal hal serta keterangan keterangan yang dibutuhkanseorang navigator dalam menentukan posisi kapal, jarak, haluan dankeselamatan navigasi dilaut, dilengkapi dengan benda bantu navigasi danperuman-peruman.Peta laut ialah peta yang dibuat sedemikian agar dapat dipakai untukmerencanakan atau mengikuti suatu pelayaran dilaut lepas, perairanpedalaman seperti danau, sungai, terusan dll. Dengan demikian peta lautitu dipakai untuk pedoman berlalu lintas diatas air.

1.3.2. Proyeksi PetaProyeksi Peta adalah cara untuk menggambarkan seluruh atau atausebagian permukaan bumi pada sebuah bidang datar (Peta laut). Hasilpemindahan ini tidaklah begitu baik seperti yang diharapkan, sehinggaperlu dibuatkan proyeksi peta.Kegunaan proyeksi peta adalah untuk maksud tertentu dapat dipakai petayang cocok untuk kegiatan itu dan dapat memilih peta-peta dengandistorsi yang paling kecil sehingga bentuk peta yang terjadi lebihmendekati bentuk yang sebenarnya.Katagori proyeksi peta terbagi atas 3 (tiga) bagian utama yang dijelaskanpada gambar dibawah ini :1.Proyeksi pada bidang datar ( azimuthal proyection )2.Proyeksi pada bidang kerucut ( conical proyection )3.Proyeksi padabidang silinder ( cylindrical proyection )
1.3.3.Peta MercatorPeta mercator diketemukan oleh Gerdhard Kremer atau didalam bahasalatinnya disebut Gerardus Mercator. Bentuk proyeksi yang dibuat olehG.Mercator ini sama dengan bentuk proyeksi silinder, dimana silindernyamenyinggung bola bumi dikatulistiwa dan titik pusat bumi adalah titikpusat proyeksi. Oleh karena bumi berbentuk bola itu tidaklah bulat benarmaka hasil proyeksi tidak memberikan gambaran bumi yang mendekatibentuk yang sebenarnya. Kesalahan-kesalahan yang paling jelas danbesar terdapat pada kutub, karena jari-jari bumi makin mengecil kearahkutub bila dibandingkan dengan jari-jari bumi di katulistiwa. Itu sebabnyapeta Mercator yang dipakai sekarang ini bukanlah hasil proyeksi silindersemata-mata, tetapi merupakan hasil perhitungan matematika untuklintang bertumbuh yang dilakukan oleh Edward Wright. PerhitunganMercator sebagai hasil perhitungan matematisnya Edward Wrightmempunyai beberapa kelebihan antara lain :-Garis lintang dan garis bujur adalah garis-garis lurus yang salingtegak lurus satu sama lain-Garis loxodrome (haluan kapal) juga merupakan garis lurus.Dipeta garis loxodrome memotong bujur-bujur atas sudut yangsama-Sudut antara garis haluan dibumi sama dengan dipeta-Katulistiwa dan lintang sejajar satu sama lain demikian juga bujur-bujur sejajar satu sama lain. Katulistiwa dan lintang tegak lurusbujur-bujur-Skala bujur tetapSkala lintang dan skala bujur pada peta MercatorSkala lintang:-terdapat dikiri/kanan pinggiran peta-10skala lintang = 60 mil laut-Skala lintang dipakai untuk mengukur jarakSkala Bujur:-Terdapat dipinggir atas/bawah peta-Skala bujur berdasarkan katulistiwa-Skala bujur hanya dipakai untuk menentukan bujurnya suatutempat bukan untuk mengukur jarakPada bola bumi, Loksodrom adalah garis dibumi yang membentuk sudutsudut yang sama dengan semua derajah. Sudut sudut tersebut beralihtanpa perubahan didalam peta bertumbuh. Jadi didalam peta, loksodrommembentuk sudut sudut yang sama dengan derajah, karena derajahderajah adalah garis garis lurus yang sejajar satu sama lain.v